Teeboy Kamara (dua dari kanan) bersama keluarganya.(foto:Theaustralian)
SYDNEY – 9 tahun lalu, Teeboy Kamara dibawa lari oleh keluarganya keluar dari Liberia menuju Australia karena perang. Kini bocah pengungsi itu menemukan jati dirinya, dan siap mencatatkan namanya di buku sejarah sepakbola Australia.
Kamara pemuda 15 tahun itu, bisa menjadi pemain termuda yang berlaga di A-League Australia saat Adelaide United menghandapi Gold Coast United nanti malam. Kamara akan tercatat merumput di liga tertinggi Australia itu saat usianya tepat 15 tahun 212 hari.
Rekor pemain termuda sebelumnya dipegang James Virgili, yang bermain saat berusia 16 tahun 180 hari ketika debut bersama Newcastle Jets pada 2009.
“Debut saat melawan Gold Coast United, membuat saya sangat bahagia. Mudah-mudahan saya bisa bermain,” kata Kamara seperti dikutip Theaustralian, Jumat (16/12/2011).
Pelatih Adelaide Rini Coolen nampaknya ingin perubahan besar dalam timnya, setelah memetik hasil kurang memuaskan di awal musim karena baru memetik 10 poin dari 10 laga yang membut mereka terpuruk di posisi sembilan.
Kamara dinilai memiliki talenta yang menjanjikan untuk bisa mengubah situasi ini. Dan Rini Coolen secara mengejutkan meminta Kamara masuk dalam skuadnya.
“Di luar masalah umurnya, saya kira secara fisik dia mampu, dia menunjukkannya di saat latihan dengan para senior, visinya cukup matang, sederhana, dia sangat cepat dan tahu apa yang harus dilakukan,” kata Rini.Berita yang mengejutkan ini membuat Kamara sedikit shock. Dia menyangka pelatih memanggilnya untuk di tim junior.
Kamara sebelumnya pernah menjadi anggota skuad timnas Australia dalam Piala Dunia U-17 yang digelar di Mexico awal tahun ini. Saat itu dia tampil tiga kali sebelum akhirnya Australia gagal di babak kedua.
Sebagai anak pengungsi, nasib Kamara memang terbilang bagus. Kamara yang terbang ke Australia bersama ibu, kakaknya (kini 21 tahun), dan adik perempuannya (kini 17 tahun) tidak sulit mendapatkan tempat di Negeri Kangguru ini karena talentanya yang memikat.
Bersama keluarganya, dia hidup di Salisbury South Australia. Seperti anak-anak lain, Kamara senang bermain sepakbola di taman di lingkungan rumahnya. Bakatnya pun tercium oleh South Australian Sports Institute dan kemudian jalannya semakin terbentang karena direkrut Australian Institute of Sport.
Semangat Kamara untuk menjadi pesepakbola profesional sempat surut, saat dia kehilangan ibunya, yang wafat karena sakit. Peristiwa itu terjadi saat dia baru kembali dari Piala Dunia U-17. Tapi garis nasib menginginkan guratan Kamara tetap bermain bola.
Kamara menemukan alasan bahwa mundur dari cita-citanya tidaklah tepat. Dia pun yakin bahwa ibunya lah yang telah mengantarnya ke dunia sepakbola, sehingga dia membayangkan sang ibu akan tersenyum di alam sana ketika melihatnya bermain.
“Saya punya dua pilihan. Berhenti bermain, dan hanya menginginkan ibu saya, atau berpikir ibu telah tiada tapi dia tetap melihat saya. Dia selalu senang melihat saya bermain bola, jadi apa pointnya kalau saya berhenti bermain. Dia lah yang membuat saya seperti sekarang ini,” lirihnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar